• Posted by : Milla Anifatul Rosada Minggu, 29 November 2015


    1.      Pengertian K3
    Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja, biasa disingkat K3 adalah suatu upaya guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat - tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang keselamatan, kesehatan, dan keamanan kerja dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
    Melalui Pelaksanaan K3LH ini diharapkan tercipta tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau terbebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Jadi, pelaksanaan K3 dapat meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas Kerja.
    2.      Peran K3
    Berdasarkan Pengertian K3 diatas, kita dapat menarik kesimpulan mengenal peran K3. Peran K3 ini antara lain sebagai berikut:
    1. Setiap Tenaga Kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas nasional. 
    2. Setiap orang yang  berbeda ditempat kerja perlu terjamin keselamatannya 
    3. Setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien. 
    4. Untuk mengurangi biaya perusahaan jika terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja karena sebelumnya sudah ada tindakan antisipasi dari perusahaan.

    3.      Lahirnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
    Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995)
    Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.

    4.      Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
    Berdasarkan syarat - syarat keselamatan kerja diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan K3 antara lain sebagai berikut :
    1. Untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi - tingginya baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, maupun pekerja - pekerja bebas. 
    2. Untuk mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan - kecelakaan akibat kerja perlu memelihara dan meningkatkan kesehatan efisiensi dan daya produktivitas kerja serta meningkatkan kegairahan dan kenikmatan kerja.
    3. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
    4. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
    5. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
    6. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
    7. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
    8. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
    9. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

    5.      Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
    Menurut Mangkunegara, bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
    a)      Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
    1.      Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
    2.      Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
    3.      Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
    b)      Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
    1.      Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
    2.      Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik.


    6.      Pentingnya Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
    Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
    Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya.
    K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.

    7.      Sejarah Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja
    Sejarah Perkembangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja tidak diketahui kapan tepatnya. Namun pengerahan tenaga kerja sesungguhnya sudah setua usia manusia di bumi ini dan bersamaan dengan itu juga adanya proses pengupahan kepada tenaga kerja.Yang dikenal sebagai Bapak K3 yaitu Bernardin Ramazzini, dengan bukunya De Morbis Artrificum Diatriba yang menguraikan tentang berbagai jenis penyakit yang timbul berkaitan dengan pekerjaan.
    Ada beberapa konsep Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang menjadi point penting dalam lintasan sejarahnya di dunia dan khususnya yang terjadi di Indonesia mulai zaman penjajahan hingga merdeka. Berikut gambaran singkatnya di bawah ini:
    1. Konsep K3 Pada Zaman Revolusi Industri:
    ·         Di mulai ketika terjadi Revolusi industri, Terutama di eropa pada abad 18. Peran manusia mulai digantikan oleh mesin. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Namun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.
    ·  Lahir sebuah aturan yg disebut “Common Law Defence”(CLD). Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. CLD berintikan 3 (tiga) hal: Contributing negligence (kontribusi kelalaian), Fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), & risk assumption (asumsi resiko)
    ·  Akibat adanya tekanan dari kaum industrialis yang memiliki kesadaran K3, muncul konsep “EMPLOYERS LIABILITY” yang mengatur bahwa K3 menjadi tanggung jawab semua pihak dalam lingkungan industri yaitu pengusaha, pekerja/buruh & masyarakat umum.

    2. Konsep K3 pada Zaman Penjajahan Belanda
    ·  Adanya pengerahan tenaga kerja melalui perbudakan.
    ·  Tahun 1816,sebuah lembaga yg bertujuan menghapuskan perbudakan didirikan oleh Sir Thomas Stanford Raffles.
    ·  Tahun 1818, ditetapkan UUD Hindia Belanda yaitu ”Regreling Reglement” yang beberapa pasalnya melarang adanya perbudakan
    ·  Belanda meratifikasi konvensi ILO No.29 yang dituangkan dlm Staatsblad 1933 No.261 tentang larangan kerja rodi/kerja paksa.
    ·  Tahun 1908 beberapa anggota parlemen Belanda yg peduli pada nasib pekerja mendesak agar memberlakukan peraturan K3 di daerah ”Nederland Indie”.
    ·  Peraturan Keselamatan Kerja yang pertama diterbitkan Oleh Pemerintah Hindia Belanda pada Tahun 1910.

    3. Konsep K3 pada Zaman Kemerdekaan
    ·  K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No.12 tahun 1948 tentang kerja, UU No.14 tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja dan UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
    ·  Implementasi K3 pada awal masa pemerintahan ORDE BARU paralel dengan konsep Pembangunan nasional.
    ·  Adanya UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah di amandemen menjadi UU NO.36 Tahun 2009, UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No.3 thn 1992 tentang Jaminan Sosial Tnaga Kerja.
    ·  Demi Mewujudkan tenaga kerja yang sehat, selamat, kompetitif & produktif, pemerintah juga membentuk Lembaga Higiene Industri di dua Departemen/Kementerian yaitu di Departemen/Kementerian Tenaga Kerja dan Di Departemen/Kementerian Kesehatan.

    8.      Dasar Hukum Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Di Tempat Kerja

    Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memiliki beberapa dasar hukum pelaksanaan. Di antaranya ialah Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Permenaker No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Permenaker No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Rangkuman dasar-dasar hukum tersebut antara lain:
    ·         UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja :
    1.    Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
    2.    Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
    3.    Adanya bahaya kerja di tempat itu.

    ·         Permenaker No 5 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen K3 :
    Setiap perusahaan yang memperkerjakan seratus tenaga kerja atau lebih dan atau yang mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja (PAK).
    ·         Permenaker No 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :
    1.    Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan 100 orang atau lebih.
    2.    Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan kurang dari seratus orang tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan pencemaran radioaktif.

    9.      Mengenal Dasar Hukum K3 di Indonesia
    ·           Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja
    Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang jam kerja, cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja anak-anak, orang muda, dan wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1951 yang menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan tempat kerja dan perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan dan Kesehatan”.
    ·           Undang-undang No. 2 Tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja
    Undang-undang No. 2 tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja, Undang-Undang Konpensasi Pekerja (Workmen Compensation Law) Undang-undang ini menentukan penggantian kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
    ·           Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
    Undang-undang Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun 1970 dan menggantikan Veilligheids Reglement pada Tahun 1910 (Stb. No. 406).
    Mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja, kewajiban dari pengurus, sanksi terhadap pelanggaran terhadap undang-undang ini dan juga mengatur tentang Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
    Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang merupakan jenis perlindungan prevensif yang diterapkan untuk mencegah timbulnya Kecelakaan Kerja (K2) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK). Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menegaskan bahwa perlindungan terhadap Pekerja/buruh di tempat kerja merupakan hak yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh.

    10.  Peraturan pemerintah dalam pelaksanaan K3
    Selain Undang-undang tentang Keselamatan Kerja, Pemerintah telah mengeluarkan regulasi guna mendukung Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, berbagai peraturan yang berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain :
    ·      Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek
    Undang-undang No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dalam Pasal 1 butir (1) memberi perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
    Adapun jaminan sosial tenaga kerja menurut UU No. 3 tahun 1992 mengatur empat program pokok yang harus diselengarakan oleh Badan Penyelenggara Jamsostek. Dan kepada perusahaan yang mempekerjakan paling sedikit sepuluh orang pekerja atau membayar upah paling sedikit Rp 1.000.000,- sebulan wajib mengikutsertakan pekerjanya ke dalam program Jamsostek yang tercantum dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Keempat program tersebut adalah:
    a.    Jaminan Kecelakaan Kerja
    b.    Jaminan Kematian
    c.    Jaminan Hari Tua
    d.    Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
    ·      Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
    Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-undang ini merupakan payung bagi peraturan lainnya yang menyangkut masalah ketenagakerjaan dalam penjelasan umumnya memuat aturan tentang:
    a.    Pekerja Anak
    b.    Pekerja Orang Muda
    c.    Pekerja Wanita/Perempuan
    d.    Tentang Penyandang Cacat
    e.    Waktu Kerja, Istirahat
    f.  Tempat kerja dan perumahan buruh; untuk semua pekerjaan tidak membeda - bedakan tempatnya, misalnya : di bengkel, di pabrik, di rumah sakit, di perusahaan pertanian, perhubungan, pertambangan, dan lain-lain.

    a.      Pekerja Anak
    Anak yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 26 UU No. 1 Tahun 1948 tentang Kerja adalah “Setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun”, sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 70 ayat 2 Anak adalah “Setiap orang yang berumur paling sedikit 14 Tahun”.
    UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang norma kerja mulai Pasal 68 sampai Pasal 75 yang mana pasal-pasal tersebut melarang keras pengusaha mempekerjakan anak-anak di bawah umur 13-15 tahun, kecuali untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial dan apabila pengusaha mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan :
    Ø  Adanya izin tertulis dari orang tua atau wali;
    Ø  Adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
    Ø  Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
    Ø  Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
    Ø  Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
    Ø  Adanya hubungan kerja yang jelas;
    Ø  Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku
    Dan secara khusus UU No. 1 tahun 1951 tentang kerja tidak memberi batasan tentang pekerja anak batasan yang dapat digunakan antara lain:
    Ø  Pekerja anak adalah anak-anak yang bekerja baik sebagai tenaga upahan maupun pekerja keluarga
    Ø  Pekerja anak adalah anak yang bekerja di sektor formal maupun informal dengan berbagai status hubungan kerja
    Tidak semua pekerjaan dapat diberlakukaan kepada anak, dalam hal ini ada kategori pekerjaan tertentu yang dianggap tidak baik meliputi:
    Ø  Segala sesuatu dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;
    Ø  Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, dan menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno dan perjudian;
    Ø  Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; atau
    Ø  Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
    b.      Pekerja Orang Muda
    Tidak hanya pekerja anak yang mendapat perlindungan akan tetapi orang muda yang bekerja juga harus diperhatikan baik waktu kerja maupun waktu istirahat dan tempat kerja agar tidak terjadi kecelakaan kerja dan larangan menjalankan pekerjaan pada malam hari kecuali larangan tersebut tidak dihindarkan karena menyangkut kepentingan atau kesejahteraan umum dan larangan terhadap orang muda menjalankan pekerjaan berbahaya bagi kesehatan dan keselamatannya.
    Orang muda dilarang menjalankan pekerjaannya di tambang, lobang, di dalam tanah, atau tempat mengambil logam dan bahan-bahan lain di dalam tanah, tetapi larangan tersebut tidak berlaku terhadap buruh muda yang berhubungan dengan pekerjaannya kadang-kadang harus turun ke bawah tanah dan tidak menjalankan pekerjaannya dengan tangan tetapi dengan menggunakan alat-alat kerja tertentu.
    c.       Pekerja Wanita/Perempuan
    Mempekerjakan Perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang dibayangkan. Masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
    Ø  Para wanita pada umumnya bertenaga lemah, halus, tetapi tekun;
    Ø  Norma susila harus diutamakan agar tenaga kerja wanita tidak terpengaruh oleh perbuatan negatif dari tenaga kerja lawan jenisnya (laki-laki) terutama kalau bekerja pada malam hari;
    Ø  Para tenaga kerja wanita pada umumnya mengerjakan pekerjaan halus sesuai dengan kehalusan sifat dan tenaganya;
    Ø  Para tenaga kerja wanita yang masih gadis, telah bersuami yang dengan sendirinya mempunyai beban rumah tangga yang harus dilaksanakan pula.
    Dengan demikian UU No. 13 mulai Pasal 76 menentukan norma kerja perempuan sebagai berikut:
    Ø  Pekerja atau buruh Perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 WIB sampai 07.00 WIB.
    Ø  Pekerja atau buruh Perempuan yang hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya.
    Ø  Pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh Perempuan antara pukul 23.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB wajib:
    1) Memberikan makanan dan minuman bergizi
    2) Menjaga kesusilaan dan keamanan di tempat kerja
    Ø  Dan pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja yang berangkat kerja antara pukul 23.00 WIB sampai 05.00 WIB.
    d.      Penyandang Cacat
    Pekerja cacat oleh UU diberi perlindungan untuk melakukan hubungan kerja dengan majikan/pengusaha. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67 ayat 1 “Pengusaha yang mempekerjakan penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya” perlindungan tersebut misalnya penyediaan aksebilitas, pemberian alat kerja, dan alat pelindung diri (APD).
    Penyandang Cacat Menurut UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat adalah “Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan selayaknya” penyandang cacat menurut undang-undang No. 4 tahun 1997 ayat 1 angka 1 terdiri dari :
    Ø  Penyandang Cacat Fisik yaitu kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran dan kemampuan bicara;
    Ø  Penyandang Cacat Mental adalah kelainan mental atau tingkah laku baik cacat bawaan maupun akibat penyakit;
    Ø  Penyandang Cacat Fisik dan Mental adalah keadaan seseorang yang menyandang cacat dua jenis kecacatan sekaligus.
    e.       Waktu Kerja, Istirahat, dan Waktu Megoso
    o   Waktu Kerja dan Megoso
    Waktu Kerja menurut Ketentuan Pasal 77 UU No. 13 Tahun 2003 adalah:
    1)  7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu;
    2)  8 jam dalam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.
    Waktu kerja harus diselingi waktu mengoso paling sedikit 30 (tiga puluh menit) setelah pekerja bekerja 4 (empat) jam berturut-turut. Dan ketentuan tersebut tidak berlaku bagi sektor-sektor tertentu, seperti: Pekerjaan pengoboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal laut dan penebangan hutan.
    Dalam hal demikian, pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat:
    1)      Adanya persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan;
    2)      Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu;
    3)      Pengusaha yang mempekerjakan pekerja untuk kerja lembur wajib membayar upah lembur sesuai dengan upah yang berlaku.
    o   Waktu Istirahat (Cuti)
    Waktu istirahat (cuti) pekerja atau buruh hampir sama dengan waktu istirahat Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetapi secara yuridis, waktu istirahat bagi pekerja/buruh ada 4 macam yaitu:
    1)      Istirahat mingguan atau istirahat (cuti) mingguan ditetapkan satu hari untuk enam hari kerja dalam seminggu.
    2)      Istirahat (cuti) tahunan (Pasal 76 ayat (2) UU No. 13 tahun 2003), cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan, dan harus dimohonkan kepada pengusaha dan harus ada persetujuan pengusaha.
    3)      Istirahat (cuti) panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ke 7 dan 8 masing-masing 1 bulan yang sudah bekerja selama 6 tahun berturut-turut pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tidak berhak lagi untuk istirahat tuhunan dalam dua tahun berjalan.
    4)      Istirahat (cuti) haid, hamil, dan bersalin bagi pekerja perempuan yang merasa sakit sewaktu mengalami “datang bulan” harus diberitahukan kepada pengusaha dan tidak wajib bekerja untuk hari pertama dan kedua masa haidnya.
    5)       
    11.  Landasan Hukum K3
    Dasar-dasar hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia telah banyak diterbitkan baik dalam bentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri dan Surat Edaran (Sugeng, 2005), sebagai berikut :
    1.         Undang-undang Ketenagakerjaan No.13/2003
    2.         UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2
    3.         Undang-undang Keselamatan Kerja No.1/1970
    4.         Undang-undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. 3/1992
    5.         Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja No.14/1993
    6.         Keputusan Presiden tentang Penyakit yang timbul Karena Hubungan Kerja No.22/1993
    7.         Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja No.7/1964
    8.         Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja No.2/1980
    9.         Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Kewajiban melaporkan Penyakit Akibat Kerja No.1/1981
    10.     Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelayanan Kesehatan Kerja No.3/1982
    11.     Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang NAB faktor fisika di tempat kerja No.51/1999
    12.     Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang NAB faktor kimia di udara lingkungan kerja No.1/1997.

    12.  Aturan yang mengatur masalah K3 sebelum Indonesia Merdeka antara lain :
    Ø  Maatregenlen ter Baperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid van vroewen, yang biasa disingkat Maatregelen yaitu peraturan yang mengatur tentang pembatasan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari, yang dikeluarkan dengan ordonantie No. 647 Tahun 1925 dan mulai berlaku tanggal 1 Maret 1926.
    Ø  Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen ann Boord van scepen, biasa disingkat Bepalingen Betreffende yaitu peraturan tentang pekerjaan anak dan orang muda di kapal yang diberlakukan dengan Ordenantie No. 87 Tahun 1926 dan berlaku tanggal 1 Mei 1926.
    Ø  Konvensi ILO No. 4 tentang pekerjaan wanita pada malam hari, diratifikasi dengan Stb. No. 461 Tahun 1923.
    Ø  Konvensi ILO No. 5 tentang usia terendah bagi anak untuk dapat berkerja di perusahaan industri, diratifikasi dengan Stb. No. 515 Tahun 1928.
    Ø  Konvensi ILO No. 7 tentang usia terendah untuk bekerja di kapal, diratifikasi dengan Stb. No. 76 Tahun 1932.
    Ø  Mijn politie reglemen Stb. Nomor 341 Tahun 1931 peraturan tentang pengawasan di tambang.
    Ø  Voorschrifren Omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der van motorrijtuigen peraturan tentang waktu kerja dan waktu megaso bagi pengemudi kendaraan bermotor diumumkan dalam Bijblad 14136.
    Ø  Riuaw Panglongregeling peraturan tentang panglong di Riau.
    Ø  Aanvaulende Plantersregering atau peraturan tentang perburuhan di perusahaan perkebunan.
    Ø  Arbeidsregeling nijtverheidsbedrijvn atau peraturan perburuhan di perusahaan industri

    13.  Aturan yang mengatur masalah K3 sesudah Indonesia Merdeka antara lain :
    Ø  UU No. 33 Tahun 1947 jo. UU No. 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan;
    Ø  UU No. 12 Tahun 1948 jo. UU 1 Tahun 1951 tentang Kerja;
    Ø  UU No. 23 Tahun 1948 jo. UU. No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan;
    Ø  UU No. 23 Tahun 1951 tentang Kewajiban Melaporkan Perusahaan;
    Ø  UU No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha;
    Ø  UU No. 12 Tahun 1957 tentang Perselisihan Perburuhan;
    Ø  UU No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja pada Perusahaan-perusahaan Swasta;
    Ø  UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
    Ø  UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
    Ø  UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
    Ø  Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 Tentang usia minimum untuk diperbolehkan Bekerja/Concerning Minimum Age For Admission to Employment (Konvensi ILO No. 123 tahun 1973).
    Ø  Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
    Ø  Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    Ø  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
    Ø  Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.



    SUMBER :




    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • - Copyright © Education and Engineering - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -